BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Anatomi dan Fisiologi
Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear,
terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut
miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium.
Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit
anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan)
dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung
dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum
latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus
terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60
gram (Verrals, Silvia, 2003).
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
1. Fundus
: bagian lambung di atas muara tuba uterina
2. Badan
uterus : melebar dari fundus ke serviks
3. Isthmus
: terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga
serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut
interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna
Ligamentum teres uteri
: ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus
ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas
jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum. Peritoneum
di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong
utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks
uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat
ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri
: Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus melebar ke
lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium
diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran
limfe untuk uterus maupun ovarium.
Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan
sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke
uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil
yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi
dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar
pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi
yang sempurna. Tetapi dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali
perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit
trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan
tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi
keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa
degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang
disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi
baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan
yang berupa karsinoma (Wiknjosastro, Hanifa, 2002).
2.2
Definisi
2.2.1
Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan)
yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak
cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan.Karena itu disebut juga
hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri
stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya
meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan
tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
(Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002).
Mola hidatidosa
merupakan penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang tidak
disertai janin dan seluruh vili korealis mengalami perubahan hidropik. Karena mengalami
perubahan hidropik disertai pengeluaran hormon gonadotropin, mola hidatidosa
dapat menimbulkan gejala klinis yang bervariasi. Disamping itu infiltrasi sel
trofoblas dapat merusak pembuluh darahyang menimbulkan perdarahan, menyebabkan
kedatangan untuk memeriksa diri.
2.2.2
koriokarsinoma
“Korio”
adalah istilah yang diambil dari vili korionik yaitu salah satu jenis selaput
pada rahim manusia. Istilah “Karsinoma” merupakan kanker yang berasal dari
sel-sel epithelial. Karena kanker ini merupakan kanker yang berasal dari salah
satu plasenta yaitu korion maka salah satu ciri khusus dari kanker ini adalah
menghasilkan hormon hCG (Human Chorionic Gonadothropin) yang sangat tinggi
bahkan melebihi kadar hCG pada wanita hamil. Koriokarsinoma bisa menyerang
semua wanita yang pernah hamil termasuk wanita yang pernah mengalami mola
hidatidosa. Tidak seperti mola hidatidosa, korikarsinoma bisa menyerang banyak
organ dalam tubuh, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang belakang, otak juga
dinding rahim.
Koriokarsinoma adalah
penyakit ganas yang dikarakterisasi oleh hiperplasia trofoblas abnormal dan
anaplasia, ketiadaan vili korion, pendarahan, dan nekrosis, dengan invasi
langsung ke miometrium dan invasi vaskular yang menghasilkan penyebaran ke
tempat-tempat jauh, biasanya ke paru-paru, otak, hati, pelvis dan vagina,
ginjal, usus, dan limpa. (J Lurain, 2010)
Secara makroskopis,
jaringan korio-karsinoma terlihat lunak, berwarna ungu, dan sangat hemoragik.
Koriokarsinoma dilaporkan terjadi berkaitan dengan berbagai kejadian kehamilan.
Kurang lebih 25% kasus terjadi setelah aborsi atau kehamilan di tuba, 25%
berkaitan dengan kehamilan term atau preterm, dan 40-80% berasal
dari mola hidatidosa, walaupun hanya 2-3% mola hidatidosa menjadi
koriokarsinoma.2,13 Melalui teknik genetika molekuler, termasuk restriction
frangment-length polymorphism assays, diperoleh fakta bahwa koriokarsinoma
setelah mola hidatidosa komplit adalah androgenetik, sedangkan yang berkembang
dari kehamilan normal adalah biparental.
2.3
Etiologi
2.3.1
Mola Hidatidosa
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak
diketahui. Faktor-faktor penyebab
kehamilan ini, meliputi:
1. Ovum
: ovum sudah patologis sehingga mati, namun terlambat dikeluarkan
2. Imunoselektif
dari trofoblas
3. Keadaan
sosio-ekonomi yang rendah
4. Paritas
tinggi
5. Kekurangan
protein
6. Infeksi
virus dan faktor kromosom yang belum jelas
2.3.2
koriokarsinoma
Etiologi terjadinya koriokarsinoma belum jelas diketahui.
Trofoblas normal cenderung menjadi invasive dan erosi pembuluh darah
berlebih-lebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya sering
melalui pembuluh darah jarang melalui getah bening. Tempat metastase yang
paling sering adalah paru- paru ﴾75%﴿ dan kemudian vagina ﴾50%﴿. Pada beberapa
kasus metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar, ginjal, dan otak
﴾Cunningham, 1990﴿.
Sumber degenerasi ganas
koriokarsinoma
1.
50% berasal dari mola hidatidosa
2.
15% berasal dari kehamilan aterm
3.
25% berasal dari abortus
Mola hidatidosa yang
mengalami degenerasi ganas adalah sekitar10-15% . Degenerasi ganas yang berasal
dari kehamilan aterm hanya dapat menjadi koriokarsinoma atau placental site trophoblastic tumor.
2.4 Patofisiologi
2.4.1
mola
hidatidosa
Jonjot-jonjot korion
yang tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti
anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik,
kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Selain
itu, dapat terjadi kehamilan ganda mola, yaitu satu janin tumbuh dan yang
lainnya menjadi molahidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari
yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1cm. Mola parsialis diketahui jika
dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola.
Secara mikroskopik, terlihat trias yang
mencakup:
1. Proliferasi
dari trofoblas
2. Degenerasi
hidropik dari stroma vili dan kesembapan
3. Terlambat
atau hilangnya pembuluh darah dan stroma
Sel-sel langans tampak seperti sel
prolidral dengan inti terang dan adanya sel sinsisial giantik. Pada kasus mola,
banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau
lebih. Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil, kemudian hilang setelah
mola hidatidosa sembuh.
2.4.2
koriokarsinoma
Bentuk
tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu karsinoma
dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya mirip
dengan sarkoma. Faktor-faktor yang berperan dalam transformasi keganasan korion
tidak diketahui. Pada koriokarsinoma, kecenderungan trofoblas normal untuk
tumbuh secara invasif dan menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar.
Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi
permukaan. Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar ,
muncul di uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus
peritoneum. (Cunningham, 2005)
Gambaran
diagnostik yang penting pada koriokarsinoma, berbeda dengan mola hidatidosa
atau mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik unsur sitotrofoblas
maupun sinsitium terlibat, walaupun salah satunya mungkin predominan. Dijumpai
anplasia sel, sering mencolok, tetapi kurang bermanfaat sebagai kriteria
diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada
pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi sitologis adalah salah
satu faktor penyebab kesalahan diagnosis koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas
normal di tempat plasenta secara salah di diagnosis sebagai koriokarsinoma.
Metastasis sering berlangsung dini dan umumnya hematogen karena afinitas
trofoblas terhadap pembuluh darah. Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola
hidatidosa, abortus, kehamilan ektopik atau kehamilan normal. tanda tersering,
walaupun tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini
disertai subinvolusi uterus. (Cunningham, 2005)
Perdarahan
dapat kontinyu atau intermitten, dengan perdarahan mendadak dan kadang-kadang
masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat menyebabkan perdarahan
intraperitonium. Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi
metatatik. Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan
mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah akibat metastasis di paru. Pada
beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai koriokarsinoma
karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang
tumbuh aktif.
Apabila
tidak di terapi, koriokarsinoma akan berkembang cepat dan pada mayoritas kasus
pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa bulan. Kausa kematian tersering
adalah perdarahan di berbagai lokasi. Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika
penyakit lebih dari 4 bulan, kadar gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml,
metastasis ke otak atau hati, tumor timbul setelah kehamilan aterm, atau
riwayat kegagalan kemoterapi, namun menghasilkan anagka kesembuhan tertinggi
dengan kemoterapi kombinasi yanitu menggunakan etoposid, metotreksat,
aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin (Schorage et al, 2000).
2.5 Klasifikasi
2.5.1
Mola hidatidosa
Terdapat dua jenis mola hidatidosa,
a.
Mola
hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin. Villi korealis diubah
menjadi masa gelembung-gelembung bening yang besarnya berbeda-beda. Masa
tersebut dapat tumbuh membesar sampai mengisi uterus yang sama besarnya dengan
kehamilan normal lanjut.
1. seluruh
vili korialis mengalami regenerasi hidropik, hiperplasia
2. tidak
dijumpai pembuluh darah, pembuluh darah janin hilang
3. tidak
dijumpai janin
4. degenerasi
ganas 15-20%
5. usia
kehamilan 8-16 minggu
b. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika
disertai janin atau bagian janin.
Bila perubahan mola hanya lokal dan
tidak berlanjut dan terdapat janin atau setidaknya kantung amnion, keadaan
tersebut digolongkan mola hidatidosa parsial. Terdapat pembengkakan vili yang
yang kemajuannya lambat, sedangkan villi yang mengandung pembuluh darah yang
lain yang berperan dalam sirkulasi fito placenta, jarang hiperflasi trofoblas
hanya lokal tidak menyeluruh (Jacobs, 1982).
2.5.2 koriokarsinoma
Koriokarsinoma dapat
diklasifikasikan menjadi tiga macam bentuk, yaitu:
1.
Koriokarsinoma
Villosum
Penyakit ini termasuk ganas tetapi
derajat keganasannya lebih rendah. Sifatnya seperti mola, tetapi dengan daya
penetrasi yang lebih besar. Sel- sel trofoblas dengan villi korialis akan
menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada
dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intra abdominal. Walaupun secara
lokal mempunyai daya invasi yang berlebihan, tetapi penyakit ini jarang
disertai metastasis. Invasive mola berasal dari mola hidatidosa
2.
Koriokarsinoma
Non Villosum
Penyakit ini merupakan yang terganas
dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului oleh mola hidatidosa (83,3%)
tetapi dapat pula didahului abortus atau persalinan biasa masing-masing 7,6%.
Tumbuhnya sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke organ-organ lain,
seperti paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Apabila tidak diobati
biasanya pasien meninggal dalam 1 tahun.
3.
Koriokarsinoma
Klinis
Apabila setelah pengeluaran jaringan
mola hidatidosa kadar hCG turun lambat apalagi menetap atau meningkat, maka
kasus ini dianggap sebagai penyakit trofoblas ganas. Artinya ada sel-sel
trofoblas yang aktif tumbuh lagi di uterus atau di tempat lain (metastasis) dan
mengahasilkan hCG. Diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh pemeriksaan
histopatologik tetapi oleh tingginya kadar HCG dan adanya metastasis.
Apabila
dibandingkan dengan jenis kanker ginekologik lainnya, koriokarsinoma mempunyai
sifat yang berbeda, misalnya:
1. Koriokarsinoma mempunyai periode
laten yang dapat diukur, yaitu jarak waktu antara akhir kehamilan dan
terjadinya keganasan
2. Sering menyerang wanita muda
3. Dapat sembuh secara tuntas tanpa
kehilangan fungsi reproduksi, dengan pengobatan sitos
2.6 Manifestasi Klinis
2.6.1
mola
hidatidosa
Permulaan degenerasi
mola hidatidosa tidak banyak perbedaan gejala seperti hamil muda, yaitu
perasaan enek, mual, muntah, pusing, hanya kadang-kadang berlansung lebih
hebat. Perkembangan hamil selanjutnya menunjukkan pembesaran rahim yang pesat
disertai pengeluaran hormon semakin meningkat. Infiltrasi sel trofoblas yang merusak
pembuluh darah menimbulkan gejala pendarahan sedikit demi sedikit sampai
perdarahan banyak dan pengeluaran gelembung mola. Pengeluaran gelembung mola
libih dikenal di masyarakat sebagai hamil anggur.
Gejala perdarahan dapat menyebabkan
keadaan anemia sampai terjadi syok. Tinggi fundus uteri pada penderita mola
hidatidosa dapat lebih tinggi dari umur kehamilan sebenarnya.
1.
Perdarahan per vagina, terutama pada
trimester pertama
2.
Hiperemesis
3.
Pembesaran uterus yang berlebihan
dibandingkan dengan usia kehamilan
4.
Tidak adanya bunyi jantung janin
5.
Tidak dapat terpalpasi bagian-bagian
janin
6.
Peningkatan kadar hCG melebihi kadar
seharusnya dalam kehamilan dan periode pascapartum
2.6.2
koriokarsinoma
Gambaran klinis yang harus diketahui
adalah:
1.
Trias acosta sison
a. Riwayat
mola hidatidosa 50%, hamil aterm 15%, abortus 25%
b. Perdarahan
setelah dilakukan terapi
c. Pelunakan
uterus
d. Pembesaran
uterus asimetris, terjadi perforasi dan perdarahan intra abdominal
2.
Metastase jauh karena sifat metastasenya
hematogen
a. Paru
60-95%
b. Vagina
40-50%
c. Vulva,
serviks 10-15%
d. Otak
5-15%
e. Hati
5-15%
f. Ginjal
0-5%
g. Limpa
0-5%
h. Usus
0-5%
3.
Metastase pada hati dan otak tergolong
mempunyai resiko tinggi karena kemoterapi tidak mampu mencapainya.
4.
Metastase vagina dianggap ”patognomonis”
untuk koriokarsinoma, sekalipun masih dalam bentuk mola hidatidosa.
5.
Konsentrasi beta hCG tinggi, di atas
100.000 mIU/ml dalam urin 24 jam dan dalam serum lebih dari 40.000 mIU/ml.
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1
mola hidatidosa
1.
Pembedahan
Pembedahan
termasuk evakuasi uterus, dilatasi, dan kuretase merupakan terapi primer bagi
pasien molahidatidosa. Kuretase suksion dilakukan sebanyak 2 kai dengan
perlindungan oksitosin drip, diikuti kuretase tajam-tumpul, jaringan semuanya
dilakukan pemeriksaan PA. Interval kuretase sekitar 7-10 hari. Mola hidatidosa
akan remisi sekitar 80% spontan
2.
Kemoterapi
Terapi
dengan agens antineoplastik digunakan pada wanita dengan mola hidatidosa yang
menunjukkan peningkatan atau tetap tingginya titer B-hCG mingguan
pascaevakuasi. Agens yang palin efektif diantaranya adalah metotreksat, dengan
atau tanpa pemberian leukovorin, aktinomisin D, dan klorambusil. Terapi lainnya
adalah kombinasi antarametotreksat, sisplatin, vinkristin, atau vinblastin,
bleomisin, dan etoposid.
3.
Terapi radiasi
Terapi radiasi
diberikan kepada pasien-pasien yang mengalami metastase atau menunjukkan
paningkatan hCG dalam cairan serebrosspinal. Lesi metastatik ke hati dapat
diterapi dengan terapi radiasi.
Respon terapi
Pada pasien dengan
metastasis, kadar B-hCg di evaluasi sebelum dilakukannya tahapan terapi. Jika
kadar B-hCG telah kembali normal dan tetap normal selama 3 minggu, dilakukan
pemantauan setiap bulan yang dijalankan selama 1 tahun. Rekomendasi terbaru
adalah mencegah kehamilan selama periode 1 tahun pemantauan.
2.7.2
koriokarsinoma
Penatalaksanaan koriokarsinoma
tergantung dari metastase yang terjadi
1. Pada
koriokarsinoma tanpa metastase
a.
Histerektomi
Indikasi
histerektomi:
Resisten
terhadap kemoterapi
Grande
multipara/umur di atas 40 tahun
b.
Bilateral ooforektomi
c.
Tambahan kemoterapi
d.
Reseksi yang dilakukan secara lokal,
pada kasus yang resisten terhadap kemoterapi
1.) metastase
pada hati, paru, dan ginjal
2.) metastase
pada otak jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial akibat perdarahan atau
edema sistem saraf pusat.
Untuk perdarahan lokal dilakukan
angiografi, dengan disertai embolisasi arteri/vena sehingga pembuluh darahnya
tertutup.
2. Radioterapi
Dapat diberikan pada metastase
sistem saraf pusaat. Diberikan 3000 cgy selama 3 minggu. Radiasi pada metastase
hati sudah jarang dilakukan.
3. Kemoterapi
Pada umumnya kesembuhan
koriokarinoma dengan kemoterapi mendekati 90%. Kemoterapi agen tunggal
menggunakan obat metotreksat, metotreksat (MTX) dan asam folat (FA),
aktinomisin D, 5-fluorourasil, etoposid.
2.8 Komplikasi
2.8.1
mola hidatidosa
1. Perdarahan
yang hebat sampai syok
2. Perdarahan
berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemi
3. Infeksi
sekunder
4. Perforasi
karena tindakan atau keganasan
Menurut
wiknjosastro, 1999. Koplikasi dari kehamilan mola hidatidosa adalah PTG
(penyakit Trofoblas Ganas)
2.8.2 koriokarsinoma
Komplikasi yang terjadi biasanya
disebabkan karena metastase jauh karena sifat metastasenya hematogen
1. Paru
60-95%
Meliputi gejala 50% paru buram dan
tak berfungsi, anemia, nyeri pada dada
2. Vagina
40-50%
3. Vulva,
serviks 10-15%
4. Otak
5-15%
5. Hati
5-15%
Dapat mengakibatkan gangguan fungsi
hati dan perdarahan mendadak sampai fatal
6. Ginjal
0-5%
7. Limpa
0-5%
8. Usus
0-5%
2.9 Stadium dan Prognosis
Pembagian stadium untuk tumor
trofoblastik gestasional menurut FIGO
Stadium I terbatas di corpus uteri
Stadium II menyebar ke adnexe, di luar
uterus, terbatas di struktur gebital
Stadium III meluas ke paru dengan atau
tanpa gangguan di traktus genitalis
Stadium IV semua tempat metastase
lainnya lainnya
Substadium yang dipakai pada setiap
stage adalah:
A.
Tidak ada faktor risiko
B.
Satu faktor risiko
C.
Kedua faktor risiko
Faktor risiko yang digunakan untuk
menetapkan substadium:
1.
hCG serum praterapi > 100.000 mIU/ml
2.
lama penyakit > 6 bulan
pada umumnya kesembuhan koriokarsinoma,
dengan kemoterapi mendekati 90%, sedangkan yang kesembuhannya kurang dari 50%
dianggap mempunyai masalah dan digolongkan menjadi
1.
koriokarsinoma dengan metastase
tergolong risiko tinggi.
2.
Pengobatannya sulit dan memerlukan
kombinasi beberapa kemoterapi.
Faktor yang dapat dimasukkan ke dalam
kategori risiko tinggi adalah
1.
Hcg urin/24 jam lebih dari 100.000 IU
2.
Penyakit telah melebihi 4 bulan
3.
Metastase pada hati dan otak
4.
Pengobatan terdahulu gagal
5.
Terjadi pada kehamilan aterm
6.
Serum hCG lebih dari 40.000 mIU/ml
2.10
pemeriksaan
diagnostik
2.10.1 mola hidatidosa
Pada 50% kasus mola
hidatidosa, terjadi perdarahan yang disertai oleh ekspansi gelembung mola
hidatidosa sehingga diagnosisnya sangat jelas. Pada 50% kasus terjadiperdarahan
pada hamil muda sehingga mola diduga abortus iminen. Untuk menegakkan
diagnostik, gejala ini perlu dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan
ultrasonografi.
Diagnosa mola hidatidosa berdasarkan:
1.
gejala hamil muda yang sangat menonjol
a. emesis
gravidarum-hiperemesis gravidarum
b. terdapat
komplikasi
1.) tirotoksikosis
(2-5%)
2.) hipertensi-preeklamsia
(10-15%)
3.) anemia
akibat perdarahan
4.) perubahan
hemodinamik kardiovaskuler berupa:
a. gangguan
fungsi jantung
b. gangguan
fungsi paru akibat edema atau emboli paru
2.
pemeriksaan palpasi
a. uterus
1.) lebih
besar dari usia kehamilan (50-60%)
2.) besarnya
sama dengan usia kehamilan (20-25%)
3.) lebih
kecil dari usia kehamilan(5-10%)
b. palpasi
lunak seluruhnya
1.) tidak
teraba bagian janin
2.) terdapat
bentuk asimetris, bagian menonjol agak padat- mola destruen
3.
pemeriksaan USG seri tunggal
a. sudah
dapat dipastikan mola hidatidosa tampak seperti TV rusak
b. tidak
terdapat janin
c. tampak
sebagian plasenta normal dan kemungkinan tampak janin
4.
pemeriksaan laboratorium
a. Beta
hCG urin tinggi lebih dari 100.000 mIU/ml
b. Beta
hCG serum di atas 40.000 IU
Pemeriksaan
lain yang dapat dipergunakan adalah:
1. Memasukkan
sonde intrauteri-tanpa tahanan-Hanifa positif. Hal ini berarti, mola
hidatidosa.
2. Penyuntikan
bahan kontras secara intrauteri- foto abdomen- akan tampak gambaran seperti
sarang tawon.
2.10.2 Koriokarsinoma
1. Pemeriksaan
laboratorium penunjang
a. Darah
lengkap
b. Urine
lengkap
c. Golongan
darah dan persiapan darah
d. Pemeriksaaan
beta hCG meningkat dengan batas minimal 82,5 IU/24 jam
2. Biopsi
dungkul vagina
3. Foto
thoraks minimal
4. Bila
dicurigai metastase jauh, dilakukan CT scan sesuai dengan tempatnya untuk
menetapkan terapi dan tatalaksana selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Gary,Gant. 2005. Obstetri williams vol2. Jakarta: EGC
Soekimin. 2005. Penyakit
Trofoblas Ganas. Sumatera: Fakultas Kedokteran USU.
Wiknjosastro, Hanifa, et al,. 2005.Ilmu
Kandungan edisi kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. Jakarta: EGC
Carpenito,
Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Manuaba,
IBG, Chandranita
Manuaba, Fajar Manuaba. 2007. Pengantar
Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.
Bintang, Andhika. 2010. Pengaruh hormon estrogen dan hCG serum pada hiperemesis gravidarum. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Pengaruh+Hormon+Estrogen+dan+HCG+Serum+pada+Hiperemesis+Gravidarum. Diakses tanggal 4 Oktober 2012.
Millati,
nida. 2010. Mola Hidatidosa. http://akd3b.wordpress.com/2010/06/18/mola-hidatidosa/.
Diakses tanggal 4 Oktober 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar