Fisiologi Menelan
Selama proses
menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara teratur dipicu dengan
dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu proses menelan dimulai,
jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah dari otot-otot perioral menuju
kebawah. Jaringan saraf, yang bertanggung jawab untuk menelan otomatis ini,
disebut dengan pola generator pusat. Batang otak, termasuk nucleus tractus
solitarius dan nucleus ambiguus dengan formatio retikularis berhubungan dengan
kumpulan motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator pusat.
Tiga Fase Menelan
Deglutition adalah tindakan menelan,
dimana bolus makanan atau cairan dialirkan dari mulut menuju faring dan
esofagus ke dalam lambung. Deglutition normal adalah suatu proses halus
terkoordinasi yang melibatkan suatu rangkaian rumit kontraksi neuromuskuler
valunter dan involunter dan dan dibagi menjadi bagian yang berbeda: (1) oral,
(2) faringeal, dan (3) esophageal. Masing-masing fase memiliki fungsi yang
spesifik, dan, jika tahapan ini terganggu oleh kondisi patologis, gejala
spesifik dapat terjadi.
- Fase Oral
Fase persiapan oral merujuk kepada
pemrosesan bolus sehingga dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral
berarti pendorongan makanan dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya
dimulai dengan kontraksi lidah dan otot-otot rangka mastikasi. Otot bekerja
dengan cara yang berkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan saliva dan
dan mendorong bolus makanan dari rongga mulut di bagian anterior ke dalam
orofaring, dimana reflek menelan involunter dimulai.
Cerebellum mengendalikan output untuk
nuklei motoris nervus kranialis V (trigeminal), VII (facial), dan XII
(hypoglossal).
Dengan menelan suatu cairan,
keseluruhan urutannya akan selesai dalam 1 detik. Untuk menelan makanan padat,
suatu penundaaan selama 5-10 detik mungkin terjadi ketika bolus berkumpul di
orofaring.
- Fase Faringeal
Fase faringeal adalah sangat penting
karena, tanpa mekanisme perlindungan faringeal yang utuh, aspirasi paling
sering terjadi pada fase ini. Fase inimelibatkan rentetan yang cepat dari
beberapa kejadian yang saling tumpang tindih. Palatum mole terangkat. Tulang
hyoid dan laring bergerak keatas dan kedepan. Pita suara
bergerak ke tengah, dan epiglottis melipat ke belakang untuk menutupi jalan napas.
Lidah mendorong kebelakang dan kebawah menuju faring untuk meluncurkan bolus
kebawah. lidah dubantu oleh dinding faringeal, yang melakukan gerakan untuk
mendorong makanan kebawah.
Sphincter esophageal atas relaksasi
selama fase faringeal untuk menelan dan dan membuka oleh karena pergerakan os
hyoid dan laring kedepan. Sphincter akan menutup setelah makanan lewat, dan
struktur faringeal akan kembali ke posisi awal.
Fase faringeal pada proses menelan
adalah involunter dan kesemuanya adalah reflek, jadi tidak ada aktivitas
faringeal yang ter jadi sampai reflek menelan dipicu. Reflek ini melibatkan
traktus sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX (glossofaringeal) dan X
(vagus).
- Fase Esophageal
Pada fase esophageal, bolus didorong
kebawah oleh gerakan peristaltik. Sphincter esophageal bawah relaksasi pada
saat mulai menelan, relaksasi ini terjadi sampai bolus makanan mecapai lambung.
Tidak seperti shincter esophageal bagian atas, sphincter bagian bawah membuka
bukan karena pengaruh otot-otot ekstrinsik.
Medulla mengendalikan reflek menelan involunter ini, meskipun menelan
volunter mungkin dimulai oleh korteks serebri. Suatu interval selama 8-20 detik
mungkin diperlukan untuk kontraksi dalam menodorong bolus ke dalam lambung.
2.2 Definisi
Disfagia berasal dari bahasa Yunani yang berarti dys “buruk” atau “gangguan, dan
makna phago "makan". Hal ini yang berarti adalah sensasi yang menunjukkan kesulitan
dalam bagian padatan atau cairan dari mulut ke lambung . Disfagia biasanya
merujuk kepada gangguan dalam makan sebagai gangguan dari proses menelan. Keluhan ini
akan bermanifestasi bila terdapat gangguan gerakan-gerakan pada otot menelan
dan gangguan transportasi makanan dari mulut ke lambung. Disfagia
(kesulitan menelan) adalah gejala umum yang biasanya mudah ditentukan lokasi
penyababnya. Gejala ini bisa menetap atau intermiten dan digolongkan menurut
fase menelannya yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang mengganggu proses menelan
antara lain nyeri hebat, obstruksi, peristalsis abnormal, gangguan reflek
muntah, dan sekresi oral berlebihan, sedikit sekali, atau terlalu kental.
Disfagia merupakan gejala kelainan
esofagus yang paling sering, kadang-kadang, satu-satunya gejala. Walaupun
demikian, disfagia juga dapat terjadi akibat kelainan orofaring, respirasi,
neurologik, dan kolagen atau karena pengaruh toksin atau pengobatan. Disfagia
meningkatkan resiko tersedak dan aspirasi serta bisa menyebabkan malnutrisi dan
dehidrasi.
2.3 Etiologi
Penyebab
dari dysphagia ada beberapa
1.
Akalasia
Paling
sering terjadi pada pasien berusia 20 sampai 40 tahun, kelainan ini menyebabkan
disfagia fase 3 untuk makanan padat dan cair. Disfagia terjadi secara bertahap
dan bisa dipicu atau diperberat oleh stress. Kadang-kadang, gejala itu
didahului oleh kolik esofagus. Regurgitasi makanan yang tidak tercena, terutama
pada malam hari, dapat menyebabkan mengi, batuk, atau tersedak dan juga
halitosis. Penurunan BB, kakheksia, hematemesis, dan mungkin juga nyeri lambung
merupakan temuan-temuan lanjut.
2.
Obstruksi saluran napas
Obstruksi
saluran napas atas yang fatal ini ditandai oleh tanda-tanda gangguan respirasi,
misalnya napas “berkokok” dan stridor. Disfagia fase 2 terjadi bersama dengan
gejala refleks muntah dan disfonia. Jika perdarahan menyumbat trakea, disfagia
biasanya tidak disertai dengan rasa nyeri dan mempunyai onset cepat. Jika yang
menyumbat trakea adalah peradangan, disfagia dapat terasa nyeri dan timbul
secara perlahan-lahan.
3.
Sklerosis lateral amiotrofik
Di
samping disfagia, kelainan ini menyebabkan kelemahan dan atrofi otot,
fasikulasi, disatria, dispnea, respirasi dangkal, takipnea, bicara pelo,
refleks tendo dalam hiperaktif, dan labilitas emosional.
4.
Paralisis bulbar
Disfagia
fase 1 terjadi bersama dengan gejala saliva, kesulitan mengunyah, disatria, dan
regurgitasi nasal. Disfagia untuk makanan padat dan cair disertai oleh rasa
nyeri dan bersifat progresif.gambaran penyertanya adalah spasisitas lengan dan
tungkai, hiperrefleksia, dan labilitas emosional.
5.
Kanker esofagus
Disfagia fase 2 dan 3 adalah gejala kanker esofagus
yang paling dini dan paling sering. Biasanya, gejala tanpa nyeri yang progresif
ini disertai oleh BB yang turun dengan cepat. Saat kanker terus berlanjut
disfagia menjadi terasa nyeri dan menetap. Di samping itu, pasien mengeluhkan
adanya nyeri dada menetap, batuk dengan hemoptisis, suara serak, dan nyeri
tenggorokkan. Pasien juga dapat mengalami mual dan muntah, demam, cegukan,
hematemesis, melena, dan halitosis.
6.
Kompresi esofagu eksternal
Paling
sering disebabkan oleh dilatasi arteria karotis atau aneurisma aorta. Kelainan
yang langka ini menyebabkan disfagia fase 3 sebagai gejala primer. Gambaran
lain tergantung pada penyebab kompresi.
7.
Divertikulum esofagus
Kelainan
ini menyebabkan disfagia fase 3 ketika divertikulum yang membesar menutupi
esofagus. Tanda dan gejala penyertanya antara lain adalah regurgitasi makanan,
batuk kronis, suara serak, nyeri dada, halitosis.
8.
Obstruksi esofagus oleh benda asing.
Onset
mendadak disfagia fase 2 atau 3, refleks muntah, batuk, dan nyeri esofagus
menandai keadaan yang fatal ini. Dispnea dapat muncul jika sumbatan menekan
trakea.
9.
Spasme esofagus
Gejala
paling mencolok pada kelainan ini adalah disfagia fase 2 terhadap makanan padat
dan cair serta nyeri dada substernal yang tumpul atau seperti diperas. Nyeri
nsering mereda dengan minum segelas air. Gejala bisa berlangsung sampai satu jam
dan dapat menjalar keleher, lengan punggung atau rahang. Bradikardia juga bisa
terjadi.
10.
Esofagitis
Esofagitis
korosif, terjadi akibat tertelan alkali atau asam, yang menyebabkan disfagia
fase 3. Gejala penyerta kelainan ini antara lain adalah “mengeces”,
hematemesis, takipnea, demam, dan nyeri hebat pada mulut dan dada anterior yang
diperburuk dengan gerakan menelan. Tanda-tanda syok, misalnya hipotensi dan
takikardia, juga dapat terjadi.
Esofagitis
monilia menyebabkan disfagia fase 2, nyeri tenggorokkan, serta kemungkinan
nyeri retrosternal pada gerakan menelan. Pada esofagitis refluks, disfagia fase
3 adalah gejala lanjut yang biasanya menyertai pembentukan striktur. Pasien
mengeluhkan nyeri lambung yang diperburuk oleh aktifitas berat, banyak membungkuk,
atau terlentang dan mereda jika duduk tegak atau minum antasid.
Gambaran
lain meliputi regurgitasi; sering dan mudah muntah; batuk kering pada malam
hari; dan nyeri dada substernal yang mirip angina pektoris. Jika esofagus
berulserasi, tanda-tanda pendarahan, misalnya melena dan hematemesis, dapat
muncul bersama dengan gejala kelemahan dan fatigue.
11.
Karsinoma gaster
Infiltrasi
jantung atau esofagus oleh karsinoma gaster menyebabkan disfagia fase 3 bersama
dengan gejala mual, muntah, dan nyeri yang menjalar ke leher, punggung, atau
retrosternum. Di samping itu perforasi menyebabkan perdarahan masif disertai
oleh muntah hitam seperti kopi atau melena.
12.
Kanker laring (ekstrinsik)
Disfagia
fase 2 dan dispnea timbul belakangan pada kelainan ini. Gambaran penyertanya
antara lain adalahsuara muffled, stridor, nyeri, halitosis, BB turun, otalgia
ipsilateral, batuk kronis, dan kakhesia. Palpasi menunjukkan adanya pembesaran
kelenjar limfe servical.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar