Kamis, 02 Agustus 2012

tinjauan pustaka dysphagia


Fisiologi Menelan
Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara teratur dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu proses menelan dimulai, jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah dari otot-otot perioral menuju kebawah. Jaringan saraf, yang bertanggung jawab untuk menelan otomatis ini, disebut dengan pola generator pusat. Batang otak, termasuk nucleus tractus solitarius dan nucleus ambiguus dengan formatio retikularis berhubungan dengan kumpulan motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator pusat.
Tiga Fase Menelan
Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau cairan dialirkan dari mulut menuju faring dan esofagus ke dalam lambung. Deglutition normal adalah suatu proses halus terkoordinasi yang melibatkan suatu rangkaian rumit kontraksi neuromuskuler valunter dan involunter dan dan dibagi menjadi bagian yang berbeda: (1) oral, (2) faringeal, dan (3) esophageal. Masing-masing fase memiliki fungsi yang spesifik, dan, jika tahapan ini terganggu oleh kondisi patologis, gejala spesifik dapat terjadi.
  1. Fase Oral
Fase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan bolus sehingga dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti pendorongan makanan dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya dimulai dengan kontraksi lidah dan otot-otot rangka mastikasi. Otot bekerja dengan cara yang berkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan saliva dan dan mendorong bolus makanan dari rongga mulut di bagian anterior ke dalam orofaring, dimana reflek menelan involunter dimulai.
Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus kranialis V (trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal).
Dengan menelan suatu cairan, keseluruhan urutannya akan selesai dalam 1 detik. Untuk menelan makanan padat, suatu penundaaan selama 5-10 detik mungkin terjadi ketika bolus berkumpul di orofaring.
  1. Fase Faringeal
Fase faringeal adalah sangat penting karena, tanpa mekanisme perlindungan faringeal yang utuh, aspirasi paling sering terjadi pada fase ini. Fase inimelibatkan rentetan yang cepat dari beberapa kejadian yang saling tumpang tindih. Palatum mole terangkat. Tulang hyoid dan laring bergerak keatas dan kedepan. Pita suara bergerak ke tengah, dan epiglottis melipat ke belakang untuk menutupi jalan napas. Lidah mendorong kebelakang dan kebawah menuju faring untuk meluncurkan bolus kebawah. lidah dubantu oleh dinding faringeal, yang melakukan gerakan untuk mendorong makanan kebawah.
Sphincter esophageal atas relaksasi selama fase faringeal untuk menelan dan dan membuka oleh karena pergerakan os hyoid dan laring kedepan. Sphincter akan menutup setelah makanan lewat, dan struktur faringeal akan kembali ke posisi awal.
Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan kesemuanya adalah reflek, jadi tidak ada aktivitas faringeal yang ter jadi sampai reflek menelan dipicu. Reflek ini melibatkan traktus sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX (glossofaringeal) dan X (vagus).
  1. Fase Esophageal
Pada fase esophageal, bolus didorong kebawah oleh gerakan peristaltik. Sphincter esophageal bawah relaksasi pada saat mulai menelan, relaksasi ini terjadi sampai bolus makanan mecapai lambung. Tidak seperti shincter esophageal bagian atas, sphincter bagian bawah membuka bukan karena pengaruh otot-otot ekstrinsik.
Medulla mengendalikan reflek menelan involunter ini, meskipun menelan volunter mungkin dimulai oleh korteks serebri. Suatu interval selama 8-20 detik mungkin diperlukan untuk kontraksi dalam menodorong bolus ke dalam lambung.
2.2 Definisi
Disfagia berasal dari bahasa Yunani yang berarti dys “buruk” atau “gangguan, dan makna phago "makan". Hal ini yang berarti adalah sensasi yang menunjukkan kesulitan dalam bagian padatan atau cairan dari mulut ke lambung . Disfagia biasanya merujuk kepada gangguan dalam makan sebagai gangguan dari proses menelan. Keluhan ini akan bermanifestasi bila terdapat gangguan gerakan-gerakan pada otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari mulut ke lambung. Disfagia (kesulitan menelan) adalah gejala umum yang biasanya mudah ditentukan lokasi penyababnya. Gejala ini bisa menetap atau intermiten dan digolongkan menurut fase menelannya yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang mengganggu proses menelan antara lain nyeri hebat, obstruksi, peristalsis abnormal, gangguan reflek muntah, dan sekresi oral berlebihan, sedikit sekali, atau terlalu kental.
            Disfagia merupakan gejala kelainan esofagus yang paling sering, kadang-kadang, satu-satunya gejala. Walaupun demikian, disfagia juga dapat terjadi akibat kelainan orofaring, respirasi, neurologik, dan kolagen atau karena pengaruh toksin atau pengobatan. Disfagia meningkatkan resiko tersedak dan aspirasi serta bisa menyebabkan malnutrisi dan dehidrasi.

2.3  Etiologi
Penyebab dari dysphagia ada beberapa
1.      Akalasia
Paling sering terjadi pada pasien berusia 20 sampai 40 tahun, kelainan ini menyebabkan disfagia fase 3 untuk makanan padat dan cair. Disfagia terjadi secara bertahap dan bisa dipicu atau diperberat oleh stress. Kadang-kadang, gejala itu didahului oleh kolik esofagus. Regurgitasi makanan yang tidak tercena, terutama pada malam hari, dapat menyebabkan mengi, batuk, atau tersedak dan juga halitosis. Penurunan BB, kakheksia, hematemesis, dan mungkin juga nyeri lambung merupakan temuan-temuan lanjut.
2.      Obstruksi saluran napas
Obstruksi saluran napas atas yang fatal ini ditandai oleh tanda-tanda gangguan respirasi, misalnya napas “berkokok” dan stridor. Disfagia fase 2 terjadi bersama dengan gejala refleks muntah dan disfonia. Jika perdarahan menyumbat trakea, disfagia biasanya tidak disertai dengan rasa nyeri dan mempunyai onset cepat. Jika yang menyumbat trakea adalah peradangan, disfagia dapat terasa nyeri dan timbul secara perlahan-lahan.
3.      Sklerosis lateral amiotrofik
Di samping disfagia, kelainan ini menyebabkan kelemahan dan atrofi otot, fasikulasi, disatria, dispnea, respirasi dangkal, takipnea, bicara pelo, refleks tendo dalam hiperaktif, dan labilitas emosional.
4.      Paralisis bulbar
Disfagia fase 1 terjadi bersama dengan gejala saliva, kesulitan mengunyah, disatria, dan regurgitasi nasal. Disfagia untuk makanan padat dan cair disertai oleh rasa nyeri dan bersifat progresif.gambaran penyertanya adalah spasisitas lengan dan tungkai, hiperrefleksia, dan labilitas emosional.
5.      Kanker esofagus
Disfagia  fase 2 dan 3 adalah gejala kanker esofagus yang paling dini dan paling sering. Biasanya, gejala tanpa nyeri yang progresif ini disertai oleh BB yang turun dengan cepat. Saat kanker terus berlanjut disfagia menjadi terasa nyeri dan menetap. Di samping itu, pasien mengeluhkan adanya nyeri dada menetap, batuk dengan hemoptisis, suara serak, dan nyeri tenggorokkan. Pasien juga dapat mengalami mual dan muntah, demam, cegukan, hematemesis, melena, dan halitosis.
6.      Kompresi esofagu eksternal
Paling sering disebabkan oleh dilatasi arteria karotis atau aneurisma aorta. Kelainan yang langka ini menyebabkan disfagia fase 3 sebagai gejala primer. Gambaran lain tergantung pada penyebab kompresi.
7.      Divertikulum esofagus
Kelainan ini menyebabkan disfagia fase 3 ketika divertikulum yang membesar menutupi esofagus. Tanda dan gejala penyertanya antara lain adalah regurgitasi makanan, batuk kronis, suara serak, nyeri dada, halitosis.
8.      Obstruksi esofagus oleh benda asing.
Onset mendadak disfagia fase 2 atau 3, refleks muntah, batuk, dan nyeri esofagus menandai keadaan yang fatal ini. Dispnea dapat muncul jika sumbatan menekan trakea.
9.      Spasme esofagus
Gejala paling mencolok pada kelainan ini adalah disfagia fase 2 terhadap makanan padat dan cair serta nyeri dada substernal yang tumpul atau seperti diperas. Nyeri nsering mereda dengan minum segelas air. Gejala bisa berlangsung sampai satu jam dan dapat menjalar keleher, lengan punggung atau rahang. Bradikardia juga bisa terjadi.
10.  Esofagitis
Esofagitis korosif, terjadi akibat tertelan alkali atau asam, yang menyebabkan disfagia fase 3. Gejala penyerta kelainan ini antara lain adalah “mengeces”, hematemesis, takipnea, demam, dan nyeri hebat pada mulut dan dada anterior yang diperburuk dengan gerakan menelan. Tanda-tanda syok, misalnya hipotensi dan takikardia, juga dapat terjadi.
Esofagitis monilia menyebabkan disfagia fase 2, nyeri tenggorokkan, serta kemungkinan nyeri retrosternal pada gerakan menelan. Pada esofagitis refluks, disfagia fase 3 adalah gejala lanjut yang biasanya menyertai pembentukan striktur. Pasien mengeluhkan nyeri lambung yang diperburuk oleh aktifitas berat, banyak membungkuk, atau terlentang dan mereda jika duduk tegak atau minum antasid.
Gambaran lain meliputi regurgitasi; sering dan mudah muntah; batuk kering pada malam hari; dan nyeri dada substernal yang mirip angina pektoris. Jika esofagus berulserasi, tanda-tanda pendarahan, misalnya melena dan hematemesis, dapat muncul bersama dengan gejala kelemahan dan fatigue.
11.  Karsinoma gaster
Infiltrasi jantung atau esofagus oleh karsinoma gaster menyebabkan disfagia fase 3 bersama dengan gejala mual, muntah, dan nyeri yang menjalar ke leher, punggung, atau retrosternum. Di samping itu perforasi menyebabkan perdarahan masif disertai oleh muntah hitam seperti kopi atau melena.
12.  Kanker laring (ekstrinsik)
Disfagia fase 2 dan dispnea timbul belakangan pada kelainan ini. Gambaran penyertanya antara lain adalahsuara muffled, stridor, nyeri, halitosis, BB turun, otalgia ipsilateral, batuk kronis, dan kakhesia. Palpasi menunjukkan adanya pembesaran kelenjar limfe servical.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar