Rabu, 10 Oktober 2012

tinjauan pustaka mola hidatidosa dan koriokarsinoma


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram (Verrals, Silvia, 2003). 
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
1.      Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterina
2.      Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
3.      Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna
Ligamentum  teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum. Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum  latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.

Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma (Wiknjosastro, Hanifa, 2002).

2.2 Definisi
2.2.1 Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan.Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002).
Mola hidatidosa merupakan penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korealis mengalami perubahan hidropik. Karena mengalami perubahan hidropik disertai pengeluaran hormon gonadotropin, mola hidatidosa dapat menimbulkan gejala klinis yang bervariasi. Disamping itu infiltrasi sel trofoblas dapat merusak pembuluh darahyang menimbulkan perdarahan, menyebabkan kedatangan untuk memeriksa diri.

2.2.2 koriokarsinoma
“Korio” adalah istilah yang diambil dari vili korionik yaitu salah satu jenis selaput pada rahim manusia. Istilah “Karsinoma” merupakan kanker yang berasal dari sel-sel epithelial. Karena kanker ini merupakan kanker yang berasal dari salah satu plasenta yaitu korion maka salah satu ciri khusus dari kanker ini adalah menghasilkan hormon hCG (Human Chorionic Gonadothropin) yang sangat tinggi bahkan melebihi kadar hCG pada wanita hamil. Koriokarsinoma bisa menyerang semua wanita yang pernah hamil termasuk wanita yang pernah mengalami mola hidatidosa. Tidak seperti mola hidatidosa, korikarsinoma bisa menyerang banyak organ dalam tubuh, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang belakang, otak juga dinding rahim.
Koriokarsinoma adalah penyakit ganas yang dikarakterisasi oleh hiperplasia trofoblas abnormal dan anaplasia, ketiadaan vili korion, pendarahan, dan nekrosis, dengan invasi langsung ke miometrium dan invasi vaskular yang menghasilkan penyebaran ke tempat-tempat jauh, biasanya ke paru-paru, otak, hati, pelvis dan vagina, ginjal, usus, dan limpa. (J Lurain, 2010)
Secara makroskopis, jaringan korio-karsinoma terlihat lunak, berwarna ungu, dan sangat hemoragik. Koriokarsinoma dilaporkan terjadi berkaitan dengan berbagai kejadian kehamilan. Kurang lebih 25% kasus terjadi setelah aborsi atau kehamilan di tuba, 25% berkaitan dengan kehamilan term atau preterm, dan 40-80% berasal dari mola hidatidosa, walaupun hanya 2-3% mola hidatidosa menjadi koriokarsinoma.2,13 Melalui teknik genetika molekuler, termasuk restriction frangment-length polymorphism assays, diperoleh fakta bahwa koriokarsinoma setelah mola hidatidosa komplit adalah androgenetik, sedangkan yang berkembang dari kehamilan normal adalah biparental.

2.3 Etiologi
2.3.1 Mola Hidatidosa
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui. Faktor-faktor  penyebab kehamilan ini, meliputi:
1.      Ovum : ovum sudah patologis sehingga mati, namun terlambat dikeluarkan
2.      Imunoselektif dari trofoblas
3.      Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
4.      Paritas tinggi
5.      Kekurangan protein
6.      Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
2.3.2 koriokarsinoma
Etiologi terjadinya koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas normal cenderung menjadi invasive dan erosi pembuluh darah berlebih-lebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya sering melalui pembuluh darah jarang melalui getah bening. Tempat metastase yang paling sering adalah paru- paru ﴾75%﴿ dan kemudian vagina ﴾50%﴿. Pada beberapa kasus metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar, ginjal, dan otak ﴾Cunningham, 1990﴿.
Sumber degenerasi ganas koriokarsinoma
1.                   50% berasal dari mola hidatidosa
2.                   15% berasal dari kehamilan aterm
3.                   25% berasal dari abortus
Mola hidatidosa yang mengalami degenerasi ganas adalah sekitar10-15% . Degenerasi ganas yang berasal dari kehamilan aterm hanya dapat menjadi koriokarsinoma atau placental site trophoblastic tumor.

2.4  Patofisiologi
2.4.1        mola hidatidosa
Jonjot-jonjot korion yang tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik, kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Selain itu, dapat terjadi kehamilan ganda mola, yaitu satu janin tumbuh dan yang lainnya menjadi molahidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1cm. Mola parsialis diketahui jika dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola.
Secara mikroskopik, terlihat trias yang mencakup:
1.      Proliferasi dari trofoblas
2.      Degenerasi hidropik dari stroma vili dan kesembapan
3.      Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma
Sel-sel langans tampak seperti sel prolidral dengan inti terang dan adanya sel sinsisial giantik. Pada kasus mola, banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih. Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil, kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

2.4.2        koriokarsinoma
Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor yang berperan dalam transformasi keganasan korion tidak diketahui. Pada koriokarsinoma, kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar. Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi permukaan. Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar , muncul di uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus peritoneum. (Cunningham, 2005)
Gambaran diagnostik yang penting pada koriokarsinoma, berbeda dengan mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik unsur sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat, walaupun salah satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi kurang bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi sitologis adalah salah satu faktor penyebab kesalahan diagnosis koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas normal di tempat plasenta secara salah di diagnosis sebagai koriokarsinoma. Metastasis sering berlangsung dini dan umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh darah. Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan ektopik atau kehamilan normal. tanda tersering, walaupun tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini disertai subinvolusi uterus. (Cunningham, 2005)
Perdarahan dapat kontinyu atau intermitten, dengan perdarahan mendadak dan kadang-kadang masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat menyebabkan perdarahan intraperitonium. Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik. Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah akibat metastasis di paru. Pada beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai koriokarsinoma karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang tumbuh aktif.
Apabila tidak di terapi, koriokarsinoma akan berkembang cepat dan pada mayoritas kasus pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa bulan. Kausa kematian tersering adalah perdarahan di berbagai lokasi. Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4 bulan, kadar gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis ke otak atau hati, tumor timbul setelah kehamilan aterm, atau riwayat kegagalan kemoterapi, namun menghasilkan anagka kesembuhan tertinggi dengan kemoterapi kombinasi yanitu menggunakan etoposid, metotreksat, aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin (Schorage et al, 2000).

2.5  Klasifikasi
2.5.1 Mola hidatidosa
Terdapat dua jenis mola hidatidosa,
a.         Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin. Villi korealis diubah menjadi masa gelembung-gelembung bening yang besarnya berbeda-beda. Masa tersebut dapat tumbuh membesar sampai mengisi uterus yang sama besarnya dengan kehamilan normal lanjut.
1.      seluruh vili korialis mengalami regenerasi hidropik, hiperplasia
2.      tidak dijumpai pembuluh darah, pembuluh darah janin hilang
3.      tidak dijumpai janin
4.      degenerasi ganas 15-20%
5.      usia kehamilan 8-16 minggu
b.      Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Bila perubahan mola hanya lokal dan tidak berlanjut dan terdapat janin atau setidaknya kantung amnion, keadaan tersebut digolongkan mola hidatidosa parsial. Terdapat pembengkakan vili yang yang kemajuannya lambat, sedangkan villi yang mengandung pembuluh darah yang lain yang berperan dalam sirkulasi fito placenta, jarang hiperflasi trofoblas hanya lokal tidak menyeluruh (Jacobs, 1982).

2.5.2 koriokarsinoma
Koriokarsinoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam bentuk, yaitu:
1.        Koriokarsinoma Villosum
Penyakit ini termasuk ganas tetapi derajat keganasannya lebih rendah. Sifatnya seperti mola, tetapi dengan daya penetrasi yang lebih besar. Sel- sel trofoblas dengan villi korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intra abdominal. Walaupun secara lokal mempunyai daya invasi yang berlebihan, tetapi penyakit ini jarang disertai metastasis. Invasive mola berasal dari mola hidatidosa
2.        Koriokarsinoma Non Villosum
Penyakit ini merupakan yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului oleh mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat pula didahului abortus atau persalinan biasa masing-masing 7,6%. Tumbuhnya sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke organ-organ lain, seperti paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Apabila tidak diobati biasanya pasien meninggal dalam 1 tahun.
3.        Koriokarsinoma Klinis
Apabila setelah pengeluaran jaringan mola hidatidosa kadar hCG turun lambat apalagi menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap sebagai penyakit trofoblas ganas. Artinya ada sel-sel trofoblas yang aktif tumbuh lagi di uterus atau di tempat lain (metastasis) dan mengahasilkan hCG. Diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh pemeriksaan histopatologik tetapi oleh tingginya kadar HCG dan adanya metastasis.
Apabila dibandingkan dengan jenis kanker ginekologik lainnya, koriokarsinoma mempunyai sifat yang berbeda, misalnya:
1.      Koriokarsinoma mempunyai periode laten yang dapat diukur, yaitu jarak waktu antara akhir kehamilan dan terjadinya keganasan
2.      Sering menyerang wanita muda
3.      Dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi, dengan pengobatan sitos
2.6  Manifestasi Klinis
2.6.1        mola hidatidosa
Permulaan degenerasi mola hidatidosa tidak banyak perbedaan gejala seperti hamil muda, yaitu perasaan enek, mual, muntah, pusing, hanya kadang-kadang berlansung lebih hebat. Perkembangan hamil selanjutnya menunjukkan pembesaran rahim yang pesat disertai pengeluaran hormon semakin meningkat. Infiltrasi sel trofoblas yang merusak pembuluh darah menimbulkan gejala pendarahan sedikit demi sedikit sampai perdarahan banyak dan pengeluaran gelembung mola. Pengeluaran gelembung mola libih dikenal di masyarakat sebagai hamil anggur.
            Gejala perdarahan dapat menyebabkan keadaan anemia sampai terjadi syok. Tinggi fundus uteri pada penderita mola hidatidosa dapat lebih tinggi dari umur kehamilan sebenarnya.
1.      Perdarahan per vagina, terutama pada trimester pertama
2.      Hiperemesis
3.      Pembesaran uterus yang berlebihan dibandingkan dengan usia kehamilan
4.      Tidak adanya bunyi jantung janin
5.      Tidak dapat terpalpasi bagian-bagian janin
6.      Peningkatan kadar hCG melebihi kadar seharusnya dalam kehamilan dan periode pascapartum
2.6.2 koriokarsinoma
Gambaran klinis yang harus diketahui adalah:
1.      Trias acosta sison
a.       Riwayat mola hidatidosa 50%, hamil aterm 15%, abortus 25%
b.      Perdarahan setelah dilakukan terapi
c.       Pelunakan uterus
d.      Pembesaran uterus asimetris, terjadi perforasi dan perdarahan intra abdominal
2.      Metastase jauh karena sifat metastasenya hematogen
a.       Paru 60-95%
b.      Vagina 40-50%
c.       Vulva, serviks 10-15%
d.      Otak 5-15%
e.       Hati 5-15%
f.       Ginjal 0-5%
g.      Limpa 0-5%
h.      Usus 0-5%
3.      Metastase pada hati dan otak tergolong mempunyai resiko tinggi karena kemoterapi tidak mampu mencapainya.
4.      Metastase vagina dianggap ”patognomonis” untuk koriokarsinoma, sekalipun masih dalam bentuk mola hidatidosa.
5.      Konsentrasi beta hCG tinggi, di atas 100.000 mIU/ml dalam urin 24 jam dan dalam serum lebih dari 40.000 mIU/ml.
2.7  Penatalaksanaan
2.7.1 mola hidatidosa
1.      Pembedahan
Pembedahan termasuk evakuasi uterus, dilatasi, dan kuretase merupakan terapi primer bagi pasien molahidatidosa. Kuretase suksion dilakukan sebanyak 2 kai dengan perlindungan oksitosin drip, diikuti kuretase tajam-tumpul, jaringan semuanya dilakukan pemeriksaan PA. Interval kuretase sekitar 7-10 hari. Mola hidatidosa akan remisi sekitar 80% spontan
2.      Kemoterapi
Terapi dengan agens antineoplastik digunakan pada wanita dengan mola hidatidosa yang menunjukkan peningkatan atau tetap tingginya titer B-hCG mingguan pascaevakuasi. Agens yang palin efektif diantaranya adalah metotreksat, dengan atau tanpa pemberian leukovorin, aktinomisin D, dan klorambusil. Terapi lainnya adalah kombinasi antarametotreksat, sisplatin, vinkristin, atau vinblastin, bleomisin, dan etoposid.
3.       Terapi radiasi
Terapi radiasi diberikan kepada pasien-pasien yang mengalami metastase atau menunjukkan paningkatan hCG dalam cairan serebrosspinal. Lesi metastatik ke hati dapat diterapi dengan terapi radiasi.
Respon terapi
Pada pasien dengan metastasis, kadar B-hCg di evaluasi sebelum dilakukannya tahapan terapi. Jika kadar B-hCG telah kembali normal dan tetap normal selama 3 minggu, dilakukan pemantauan setiap bulan yang dijalankan selama 1 tahun. Rekomendasi terbaru adalah mencegah kehamilan selama periode 1 tahun pemantauan.

2.7.2 koriokarsinoma
Penatalaksanaan koriokarsinoma tergantung dari metastase yang terjadi
1.    Pada koriokarsinoma tanpa metastase
a.       Histerektomi
Indikasi histerektomi:
Resisten terhadap kemoterapi
Grande multipara/umur di atas 40 tahun
b.      Bilateral ooforektomi
c.       Tambahan kemoterapi
d.      Reseksi yang dilakukan secara lokal, pada kasus yang resisten terhadap kemoterapi
1.)    metastase pada hati, paru, dan ginjal
2.)    metastase pada otak jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial akibat perdarahan atau edema sistem saraf pusat.
Untuk perdarahan lokal dilakukan angiografi, dengan disertai embolisasi arteri/vena sehingga pembuluh darahnya tertutup.
2.    Radioterapi
Dapat diberikan pada metastase sistem saraf pusaat. Diberikan 3000 cgy selama 3 minggu. Radiasi pada metastase hati sudah jarang dilakukan.
3.    Kemoterapi
Pada umumnya kesembuhan koriokarinoma dengan kemoterapi mendekati 90%. Kemoterapi agen tunggal menggunakan obat metotreksat, metotreksat (MTX) dan asam folat (FA), aktinomisin D, 5-fluorourasil, etoposid.

2.8  Komplikasi
2.8.1 mola hidatidosa
1.      Perdarahan yang hebat sampai syok
2.      Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemi
3.      Infeksi sekunder
4.      Perforasi karena tindakan atau keganasan
Menurut wiknjosastro, 1999. Koplikasi dari kehamilan mola hidatidosa adalah PTG (penyakit Trofoblas Ganas)
2.8.2 koriokarsinoma
Komplikasi yang terjadi biasanya disebabkan karena metastase jauh karena sifat metastasenya hematogen
1.      Paru 60-95%
Meliputi gejala 50% paru buram dan tak berfungsi, anemia, nyeri pada dada
2.      Vagina 40-50%
3.      Vulva, serviks 10-15%
4.      Otak 5-15%
5.      Hati 5-15%
Dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati dan perdarahan mendadak sampai fatal
6.      Ginjal 0-5%
7.      Limpa 0-5%
8.      Usus 0-5%


2.9  Stadium dan Prognosis
Pembagian stadium untuk tumor trofoblastik gestasional menurut FIGO
Stadium I terbatas di corpus uteri
Stadium II menyebar ke adnexe, di luar uterus, terbatas di struktur gebital
Stadium III meluas ke paru dengan atau tanpa gangguan di traktus genitalis
Stadium IV semua tempat metastase lainnya lainnya
Substadium yang dipakai pada setiap stage adalah:
A.    Tidak ada faktor risiko
B.     Satu faktor risiko
C.     Kedua faktor risiko
Faktor risiko yang digunakan untuk menetapkan substadium:
1.      hCG serum praterapi > 100.000 mIU/ml
2.      lama penyakit > 6 bulan

pada umumnya kesembuhan koriokarsinoma, dengan kemoterapi mendekati 90%, sedangkan yang kesembuhannya kurang dari 50% dianggap mempunyai masalah dan digolongkan menjadi
1.      koriokarsinoma dengan metastase tergolong risiko tinggi.
2.      Pengobatannya sulit dan memerlukan kombinasi beberapa kemoterapi.
Faktor yang dapat dimasukkan ke dalam kategori risiko tinggi adalah
1.      Hcg urin/24 jam lebih dari 100.000 IU
2.      Penyakit telah melebihi 4 bulan
3.      Metastase pada hati dan otak
4.      Pengobatan terdahulu gagal
5.      Terjadi pada kehamilan aterm
6.      Serum hCG lebih dari 40.000 mIU/ml

2.10          pemeriksaan diagnostik
2.10.1    mola hidatidosa
Pada 50% kasus mola hidatidosa, terjadi perdarahan yang disertai oleh ekspansi gelembung mola hidatidosa sehingga diagnosisnya sangat jelas. Pada 50% kasus terjadiperdarahan pada hamil muda sehingga mola diduga abortus iminen. Untuk menegakkan diagnostik, gejala ini perlu dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Diagnosa mola hidatidosa berdasarkan:
1.      gejala hamil muda yang sangat menonjol
a.       emesis gravidarum-hiperemesis gravidarum
b.      terdapat komplikasi
1.)    tirotoksikosis (2-5%)
2.)    hipertensi-preeklamsia (10-15%)
3.)    anemia akibat perdarahan
4.)    perubahan hemodinamik kardiovaskuler berupa:
a.       gangguan fungsi jantung
b.      gangguan fungsi paru akibat edema atau emboli paru
2.      pemeriksaan palpasi
a.       uterus
1.)    lebih besar dari usia kehamilan (50-60%)
2.)    besarnya sama dengan usia kehamilan (20-25%)
3.)    lebih kecil dari usia kehamilan(5-10%)
b.      palpasi lunak seluruhnya
1.)    tidak teraba bagian janin
2.)    terdapat bentuk asimetris, bagian menonjol agak padat- mola destruen
3.      pemeriksaan USG seri tunggal
a.       sudah dapat dipastikan mola hidatidosa tampak seperti TV rusak
b.      tidak terdapat janin
c.       tampak sebagian plasenta normal dan kemungkinan tampak janin
4.      pemeriksaan laboratorium
a.       Beta hCG urin tinggi lebih dari 100.000 mIU/ml
b.      Beta hCG serum di atas 40.000 IU
Pemeriksaan lain yang dapat dipergunakan adalah:
1.      Memasukkan sonde intrauteri-tanpa tahanan-Hanifa positif. Hal ini berarti, mola hidatidosa.
2.      Penyuntikan bahan kontras secara intrauteri- foto abdomen- akan tampak gambaran seperti sarang tawon.
2.10.2    Koriokarsinoma
1.      Pemeriksaan laboratorium penunjang
a.       Darah lengkap
b.      Urine lengkap
c.       Golongan darah dan persiapan darah
d.      Pemeriksaaan beta hCG meningkat dengan batas minimal 82,5 IU/24 jam
2.      Biopsi dungkul vagina
3.      Foto thoraks minimal
4.      Bila dicurigai metastase jauh, dilakukan CT scan sesuai dengan tempatnya untuk menetapkan terapi dan tatalaksana selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F. Gary,Gant. 2005. Obstetri williams vol2. Jakarta: EGC
Soekimin. 2005. Penyakit Trofoblas Ganas. Sumatera: Fakultas Kedokteran USU.
Wiknjosastro, Hanifa, et al,. 2005.Ilmu Kandungan edisi kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Manuaba, IBG, Chandranita Manuaba, Fajar Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.

Bintang, Andhika. 2010. Pengaruh hormon estrogen dan hCG serum pada hiperemesis gravidarum. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Pengaruh+Hormon+Estrogen+dan+HCG+Serum+pada+Hiperemesis+Gravidarum. Diakses tanggal 4 Oktober 2012.

Millati, nida. 2010. Mola Hidatidosa. http://akd3b.wordpress.com/2010/06/18/mola-hidatidosa/. Diakses tanggal 4 Oktober 2012.